UPTD Samsat Majene Ikut Seruan Gubernur SDK: Gelorakan Wajib Baca Buku di Kantornya

Oleh : Dalif Palippoi

Beberapa hari sesudah terbitnya surat Gubernur Sulawesi Barat, SDK, nomor 000.4.14.1/174/VII/2025 tanggal 5 Juli 2025, yang ditujukan kepada para bupati, kepala perangkat daerah/biro Sulawesi Barat, serta para kepala/pimpinan instansi vertikal, suasana di berbagai lini pelayanan publik mulai menunjukkan geliat berbeda. Tak terkecuali di Kantor Samsat Majene, yang ikut “rame” merespons instruksi tersebut.

Meski dalam surat itu tidak secara eksplisit menyebut nama Samsat atau menargetkan jajaran petugasnya, namun secara substansial, isi perintah Gubernur menyentuh lingkup kerja mereka. Samsat, sebagai garda depan pelayanan publik yang setiap hari berinteraksi dengan masyarakat, terutama pemilik kendaraan bermotor yang hendak mengurus pajak, balik nama, atau memperbarui dokumen kendaraan, secara otomatis menjadi salah satu titik strategis penerapan imbauan tersebut.

Selama ini, setiap instansi yang memberikan pelayanan publik memang dipersyaratkan memiliki semacam pojok baca atau sudut baca. Namun, dalam praktiknya, banyak yang hanya memenuhi kewajiban itu secara formalitas belaka, sekadar ada, sekadar menempelkan label “pojok baca” di sudut ruangan, tanpa perhatian serius pada kenyamanan maupun kualitas bacaan yang tersedia. Rak buku hadir seadanya, koleksi bacaan minim, dan penataannya sering kali membuat pengunjung enggan berlama-lama.

Namun, sejak keluarnya seruan dari Gubernur Sulbar, SDK, pada awal Juli 2025, UPTD Samsat Majene bergerak cepat mengambil langkah konkret. Tanpa menunggu teguran atau instruksi lanjutan, mereka mulai menata ulang ruang pelayanan dengan menghadirkan pojok baca yang lebih representatif. Rak buku baru didatangkan, disusun rapi di area yang mudah terlihat, dan diisi dengan berbagai bacaan, mulai dari buku motivasi, pengetahuan umum, hingga komik edukatif yang ramah untuk segala usia.

Harapannya sederhana namun bermakna agar setiap pengguna jasa yang hadir di Kantor Samsat Majene mau memanfaatkan fasilitas ini. Sambil menunggu antrean atau proses administrasi rampung, mereka bisa membuka buku, membaca beberapa halaman, dan siapa tahu, mendapatkan pengetahuan baru atau sekadar hiburan yang bermanfaat. Dengan begitu, waktu tunggu tidak lagi terasa sebagai jeda yang membosankan, melainkan momen produktif yang memberi nilai tambah.

Lalu, dari mana Samsat Majene mendapatkan buku-buku bacaan yang berkualitas itu? Apakah mereka membelinya? Apakah memang ada alokasi anggaran khusus untuk pengadaan buku di kantor Samsat? Jawabannya, tidak. Sama sekali tidak ada pos anggaran yang diperuntukkan bagi pembelian koleksi bacaan.

Keterbatasan anggaran tidak membuat mereka berhenti pada wacana. Beberapa staf Samsat Majene memilih mengambil jalan kreatif: memanfaatkan jejaring yang mereka miliki. Mereka mulai menghubungi pelaku dan komunitas literasi yang tersebar di Tinambung, hingga Kecamatan Balanipa, dan daerah lain. Pesan yang mereka sampaikan sederhana namun tulus, Samsat Majene ingin membangun pojok baca yang benar-benar hidup, bukan sekadar hiasan, dan untuk itu diperlukan dukungan siapa pun yang peduli terhadap budaya membaca.

Selain itu, pimpinan Samsat Majene juga mengeluarkan kebijakan internal yang unik: setiap ASN maupun pegawai tidak tetap (PTT) diminta berkenan menyumbangkan minimal satu buku. Kebijakan ini bersifat sukarela, tanpa paksaan, namun menjadi semacam ajakan moral bagi semua pegawai untuk ikut berkontribusi. “Kalau setiap orang menyumbang satu buku saja, rak akan cepat penuh dan isinya akan beragam,” ujar salah seorang pegawai. 

Respons dari luar kantor pun di luar dugaan. Beberapa komunitas literasi yang selama ini aktif menggelar diskusi buku dan kegiatan membaca bersama dengan sukarela menyerahkan sebagian koleksi mereka. Tema buku yang diterima pun beraneka ragam. Beberapa buku memang bukan cetakan baru, tetapi kondisinya terawat dan tetap layak dibaca.

Dengan gerakan kecil dan gotong royong literasi itu, pojok baca Samsat Majene mulai terisi. Rak-rak yang sebelumnya kosong kini penuh warna, menampilkan punggung-punggung buku yang mengundang mata. Tidak lagi sekadar “sudut formalitas”, pojok baca itu berubah menjadi simbol kolaborasi antara pelayanan publik dan masyarakat pecinta literasi di daerah. 

Dalam hubungan itu, Dauliyah, mewakili institusinya mengucapkan terima kasih banyak kepada para pihak yang telah membantu mendonasikan puluhan bukunya ke UPTD Samsat Majene. Kepada pak Ridwan Alimuddin, pak Hamzah Ismail, pak Muhammad Munir, owner Rumpita dan Pusat Studi Sosial & Kajian Kebudayaan.  “Semoga bantuan bukunya kelak menjadi sumbangsih terbesar upaya peningkatkan budaya baca di Sulbar, Majene khususnya, dan menjadi bagian dari yang diserukan oleh Gubernur Sulawesi Barat, bapak SDK.” Pungkas Dauliyah.

Lamasariang, 13 Agustus 2025

Komentar