KONE- KONE'E || Bahasa Maloso' DAS Mapilli

   
Tulisan saudara Christian ini menarik jadi perhatian dan obyek diskusi. Oleh karenanya kami menaikkan kembali agar siapapun yang membacanya bisa menambah wawasan kita semua tentang Bahasa Maloso yang tak lain adalah Kone'e. 

Berikut tulisannya yang telah mengalami suntingan tapi tidak mengurangi esensi dari tulisan : 

Bahasa Maloso' adalah salah satu bahasa asli yang digunakan di Mandar. Bahasa ini lebih populer dengan istilah Kone-Kone'e. Salah satu pendapat dari Rumpun keluarga Campalagian (To Turungang), bahwa suku kata dalam bahasa tersebut kebanyakan berakhiran  'e' atau yang menonjol dengan kata 'eheh' atau Konsonan E dari Konsonan E menjadi Kone-kone'e dan kemudian disebut To kone-kone'e. 

Tanpa kita sadari, orang Mandar di Polewali Mandar memakai bahasa yang mayoritas di klaim satu-satuya bahasa asli Mandar adalah kalau bicara sudah pasti banyak  E (naniapa mo'e, nama' apa moe) dan lainnya. Meski dibelahan bumi Mandar, terdapat banyak dialek sebab banyak faktor yang mempengarui seperti  faktor geografis. 

Satu kelompok yang sangat berjauhan selama puluhan tahun tak bertemu sudah pasti  bahasanya akan berubah termasuk dialeknya. Perubahan lainnnya di sebabkan adanya kemajuan daerah setempat yang memicu datangannya para pedagang yg masing masing membawa bahasanya.  Lambat laun, mereka berbaur dan mempengaruhi bahasa setempat. 

Disinilah proses terjadinya asimilasi budaya, termasuk bahasa. Karna bahasa pendatang itu dianggap lebih maju, maka mereka lebih suka bahasa pendatang. Hal ini bisa kita saksikan dalam penggunaan dialek Bugis dan Makassar, bahkan Toraja.

Hal yang tidak bisa di pungkiri dari eksistensi 3 bahasa tadi sangat berpengaruh, sebab di masa itu Bugis, Makasar dan Toraja, memiliki kemajuan dari segi ekonomi. Inilah kemudian yang membuat kondisi sosial masyarakat Mandar penuh dengan istilah Bugis, Makassar dan Toraja.

Bugis, Makassar dan Toraja memang sangat berpengaruh ke Mandar karena  capaian kemajuan yang mereka miliki  sangat mendukung orang Mandar berdialektika. Kemajuan itu dimiliki karena mereka menguasai ilmu pengetahuan. Pengetahuan mereka itu bahkan harus mengupgradenya dengan bahasa Inggris, Jepang, Prancis dan Mandarin. Mereka beranggapan bahwa menguasi ilmu pengetahuan mengharuskannya juga harus menguasai bahasa asing. 

Faktor ekonomi, pengetahuan ini  berpengaruh secara politik makanya di Mandar banyak yang claim kita karna adanya kemiripan bahasa. Kendati begitu, Mandar tetap menjadi awal peradaban masyarakat Autronesia pertama yang masuk di wilayah  Sulawesi, bahkan kerajaan kerajaan awal dari jaman neoltikum sudah ada di daerah Mandar. 

Kerajaan-kerajaan itu   sudah ada pada awal masehi yang memicu masyarakatnya berimigrasi ke tempat yang lebih aman hingga membetuk suku suku besar di Sulawesi Selatan. Penyebabnya adalah karna daerah Sulawasi Barat atau Mandar dianggap rawan bencana alam sejak dulu sampai sekarang. 

Bahasa Maloso sebagai bahasa induk pada rumpun penutur bahasa Kone'e adalah bahasa Mandar dialeg Campalagian, Mapilli, Nepo dan sekitarnya yang juga dipengaruhi. Tapi tentu saja Mandar tidak melulu kalah dalam percaturan kebudayaan, sebab wilayah ini juga pernah sangat berpengaruh dan berdaulat pada zaman Kerajaan Passokkorang.

Passokkorang ini pernah berkuasa dan berdaulat. Wilayah komunitas penutur bahasa Maloso' dipengaruhi oleh keberadaan suku Bugis yang dulu pernah berdiaspora di daerah ini. Artinya bahwa entah bahasa Maloso yang jadi popular atau bahasa  Maloso yang meredup akibat para pendatang baru itu. Mereka dengan bahasa dan budayanya itulah hinga terjadi asimilasi budaya dan bahasa bahasa serta budaya. 

Beberapa daerah seperti Bugis, Makassar, PUS, Toraja, bukan berarti  orang-orang yang tinggal di lembah  Maloso. Mereka adalah para pendatang. 

Ciri masyarakat asli adalah meredup atau stagnan atau tidak maju, seperti kehadiran Pannei, Pattae. Ini juga mereka lebih suka berbahasa  Mandar meski yang mendominasi adalah  Bugis, karna lebih maju. Sama dengan di daerah PUS yang lebih banyak meniru bahasa Toraja dan Duri Enrekang karna daerah ini lebih maju, tetapi bahasa PUS itu ada beberapa yang masih digunakan seperti Tabulahan, Aralle, Bambang dan lainnya.  

Hal yang sama juga terjadi di Mamuju.  Bahasa asli mereka sudah mulai pudar dan kadang dianggap bahasa pendatang.  Ini tentu adalah problem, sebab bahasa Mamuju Kota, Panasuan Kalumpang, Talondok Kondo, Bonehau Kalumpang adalah proses asimilasi sebab bahasa asimilasi yang populer di pakai... 

Penutur Bahasa Maloso ini mendiami daerah Mapilli, Tapango, Luyo, Wonomulyo dan sekitarnya. Bahasa Maloso ini terbagi dua dialedialek yakni  Campalagian dan dialeg Buku. Bahasa ini terancam punah dan tidak berkembang.  Ciri bahasa asli itu cenderung meredup dan kurang popular akhirnya banyak di tinggalkan. 

Bahasa Maloso atau Kone Kone'e umumnya mirip bahasa Mamuju, Tabulahan, Mangki, Pattae, Pannei dll. Ini semua bahasa asli Mandar yang kurang popular di Mandar.  Pada setiap wilayah pasti berbeda bahasa dan dialek, tetapi kalau di telusuri pasti ada kesamaannya. Kenapa kemudian bisa berbeda beda, diduga itu terjadi karena kita lebih banyak meninggalkan budaya dan bahasa beralih ke budaya luar yg lebih maju.. Contoh  di daerah Polewali, orang lebih suka pake bahasa Bugis dibandingkan dengan memakai bahasa asli Mandar. 

Orang Mandar kalau pake bahasa Bugis,  katanya lebih keren.  Mungkin karna Bugis banyak pintar jadi orang lebih suka. Bahasa  Tomaloso/ kone-kone'e, orang lebih mudah mengolongkan Bugis sebab di samping Bugis lebih maju budayanya, juga karena nama daerah yang penamaanya sama. Bahasa Bugis mirip Campalagian, itu wajar karena mereka dimana saja  memasuki daerah, selalu meninggalkan jejak. Bahasa, etika dan etos kerja menjadi sebuah warna yang cukup menggembirakan.  

Penulis: 
Christian ST, MSi
Peneliti sejarah Mandar dan Pengelola group SEJARAH MANDAR

Komentar