Oleh: Darmansyah
Catatan pendahuluan:
(1) Jika benar Tapali melahirkan I Rerasi, maka I Rerasi bersepupu sekali dengan Puatta I Sa’rawang;
(2) Dan jika benar I Rerasi melahirkan Daeng Matandrek Karaeng Manguntungi Tumaparisik kallona (raja Gowa ke- 9), maka raja Gowa ke- 9 bersepupu dua kali dengan Puatta I Podang (Pendiri kerajaan Sendana).
Berdasarkan wawancara saya dengan annanggurutta, Drs. A. M. Mandra (1996) – Beliau menyebutkan bahwa, Daeng Marituk dalam menjalangkan roda pemerintahan di Sakrawang, tidaklah begitu lama – Marituk pergi meninggalkan Sakrawang/ Sendana entah kemana !. Kekosongan kepemimpinan di Sakrawang, tampillah tokoh intelektual - populer dengan gelar ‘Puatta I Podang’ mengambil alih jalannya pemerintahan.
Sebagai seorang intelektual, Puatta I Podang mempersatukan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Sakrawang yang geografis meliputi; Puttakdak, Leppangang, dan Pundau. Dikemudian hari dikenal dengan “PAPPUANGANG PUTTAKDAK”. Ketua adat Pappuangang Puttakdak adalah turunan I Takdak. I Takdak adalah seorang putra sulung Daeng palulung/ Tomesaraung Bulawang (Baca: Lontarak Pattappingang, 1984/1985, halaman 371).
Persekutuan antara Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Puttakdak (Pappuangang Puttadak) dengan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Tallambalao (Marakdia Adat Tallambalao) melahirkan “KERAJAAN SENDANA”. Pusat pemerintahan kerajaan Sendana tidak di Sakrawang (puncak gunung Puttakdak) – juga tidak berpusat di Pangaleroang Tallambalo – Tapi di pusatkan diantara keduanya, yaitu; di PODANG (tempat srategis dalam melakukan transportasi dan transpormasi di pelabuhan bahari pulau Taimanuk Palipi).
Tokoh intelektual Puatta I Podang – Mendirikan kerajaan Sendana, sejak semula sudah menerapkan sistim pembagian kekuasaan (Trias Politika), yaitu; Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.
(1) Legislatif.
Lembaga Musyawarah Adat mempunyai otoritas dalam menetapkan adat-istiadat (hukum). Adat-istiadat, diadopsi dari tradisi/ kebiasaan yang pernah dilaksanakan pada Masyarakat Hukum Adat di wilayah adat masing-masing.
Selain itu, Lembaga Musyawarah Hadat Kerajaan Sendana (lembaga politik-pen) – mempunyai kedudukan tertinggi dalam struktur pemerintahan kerajaan Sendana (Majelis Permusyawaratan Masyarakat Hukum Adat) yang berwenang; memilih, melantik, dan memberhentikan Raja Sendana sebagai kepala pemerintahan/ kepala negara (atau proto negara).
Anggota Lembaga Permusyawaratan Adat Kerajaan Sendana - semula hanya 2 Kesatuan Masyarakat Hukum Adat yang diwakili oleh (1) Pappuangang Puttadak dan (2) Marakdia Tallambalao. Kedua anggota lembaga ini - tidak saling membawahi, masing masing sebagai ketua (dalam bahasa lokal disebut “RARUNG” hanya berbeda wilayah kerja). Lembaga Permusyawaratan Adat Kerajaan Sendana - di bawah koordinator Pakbicara Kaiyyang.
Dalam perjalanan pemerintahan Kerajaan Sendana, Komunitas Masyarakat Hukum Adat lainnya mulai mengintegrasikan diri kedalam pemerintahan kerajaan Sendana, dan menjadi anggota (bahasa lokal disebut Bannang) diantaranya: (1) Komunitas Masyarakat Hukum Adat Limboro Rambu-Rambu di era Puatta I Battayang (Lihat: Inventarisasi, Transliterasi, Terjemahan dan Pengungkapan Latar Belakang Nilai Serta Isi Naskah Kuno/ Lontar Mandar, Daerah Sulawesi Selatan, Terbitan Direktorat Jenderal kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 1985/ 1986; (2) Komunitas Masyarakat Hukum Adat Limbuak/ Lakkading di era Puatta I Kukbur, setelah invasi militer ke Passokkorang; (3) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Onang; (4) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Tubo di abad ke- 18 Masehi. (5) Dan beberapa Komunitas Masyarakat Hukum Adat lainnya mulai terbentuk dan bergabung.
(2) Yudikatif. Yudikatif dalam bahasa lokal populer dengan istilah Pakbicara Kaiyyang. Untuk pertama kalinya, Pakbicara Kaiyyang di Kerajaan Sendana dijabat langsung oleh Puatta I Podang. Pakbicara Kaiyyang di Kerajaan Sendana memiliki dua fungsi utama; pertama sebagai Pakbicara Parrattas (pengadilan/ pemutus perkara), kedua sebagai pimpinan wilayah adat di Podang dan sekitarnya.
Itulah sebabnya Pakbicara Kaiyyang selain sebagai pimpinan yudikatif, juga sebagai koordinator Lembaga Hadat di Kerajaan Sendana.
(3) Eksekutif. Kepala Pemerintahan atau Raja pertama di Kerajaan Sendana, adalah anak menantu Puatta I Podang (suami dari I Dattiang) yang populer dengan sebutan Tomissawe di Mangiwang (Baca: Andi Syaiful Sinrang dalam bukunya: Mengenal Mandar Sekilas Lintas, Perjuangan Rakyat Mandar Melawan Belanda (1667 – 1949) Bagian I, Diterbitkan oleh Yayasan Kebudayaan Mandar Rewata Rio, 1991.
“SIAPA TOMISSAWE DI MANGIWANG, SAYA SERAHKAN KEPADA TOMALAKBIK-U Andi Pirsan bersama Appona I Jalangkar untuk mengurai lebih dalam”.
Komentar
Posting Komentar