MAMMUNU' || Tradisi Maulid Nabi Ala Mandar.

Bagi masyarakat Mandar, mendengar kata Maulid atau Mammunu' atau peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW yang diperingati setiap tanggal 12 Rabiul Awwal dalam kalender Islam. Ada dua nama kampung yang kerap tersebut yakni Lambanan Balanipa dan Salabose di Majene. 

Dua kampung yang tersebut menjadi sakral disebabkan tak ada yang boleh mendahului ritual peringatan Maulid ini jika tak ingin kena bala'. Mitos ini sangat diyakini oleh masyarakat sehingga kedua tempat ini selalu memperingati Maulid tepat 12 Rabiul Awal setiap tahunnya. Sebab setelah itu,  kampung kampung yang ingin merayakan Maulid sudah bisa menjadwalkannya.  

Kampung lain yang terkenal dalam tradisi Mammunu' adalah Pambusuang (Sappambusuangang/Pambusuang lama) dimana perayaan Maulid di kampung ini lebih meriah dari dua hari raya Islam (Idain: Idul Fitri dan Idul Adha). Dan itu berlangsung menahun. Secara, Peringatan ini memang memiliki makna mendalam bagi umat Islam di dunia sebagai momen untuk memperkuat cinta kepada Rasulullah dan meneladani akhlak mulianya. Demikian pula di Mandar. 

Sejarah Maulid Nabi

Secara umum, Peringatan Maulid Nabi diyakini dimulai sejak zaman Dinasti Fatimiyah pada abad ke-11 Masehi, meskipun ada pendapat yang menyebutkan bahwa peringatan ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup atau pada masa Khalifah al-Mahdi bin Mansur al-Abbas. Tradisi ini kemudian berkembang luas di berbagai negara dan budaya Islam. Termasuk ke Indonesia dan Sulawesi di Mandar (baca: Sulawesi Barat)

Khusus di Mandar, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW identik dengan keberadaan dua sosok ulama yang datang ke Mandar yakni Syekh Abdul Mannan (Salabose) dan Syekh Abdurrahim Kamaluddin (Balanipa) yang diteruskan oleh Annagguru Malolo di Lambanan. Demikian juga dari trah ulama Salabose tersebut Daettq I Moro Tomatindo di Masigi yang makamnya tepat berada di samping Mihrab Masjid Syekh Abdul Mannan Salabose. 

Perlu diketahui bahwa Islam menjadi agama resmi diberbagai kerajaan di Mandar secara bertahap dimulai Tahun 1600-an awal dari masuknya Syekh Abdurrahim Kamaluddin (Binuang Balanipa), RM. Suryodilogo (Pamboang), Syekh Zakariyah (Sendana), Syekh Sufi Abbas Tuan di Bulobulo (pegunungan). Agama Islam sendiri belum ada kesefahaman kapan mulai masuk, tapi jelas sebelum ulama besar itu berada di Mandar, Islam sudah dikenal di berbagai pesidir Sulawesi, termasuk Mandar. 

Hal unik dari perayaan Maulid atau Mammunu' di Mandar adalah munculnya tradisi baru yakni Pappatamma', Sayyang Pattu'du' dan Kalinda'da', Tiri dan pembacaan Barzanji (zikkir munu') yang tak lain adalah kitab karangan Syekh Abu Ja'far Al Barzanji pada era kepemimpinan Sultan Sakahuddun Al Ayyubi. 

Tradisi khatam Quran ditandai dengan ritual marrattas baca (prosesi serah terima betkah Quran antara guru ngaji dengan wali atau orangtua pangaji). Marrattas baca ini dilaksanakan pada malam hari. Esoknya anak yang khatam di arak dengan cara menunggangi kuda pattu'du yang diiringi warga dengan tabugan rebana dan kalinda'da'. Tiri' menjadi sebuah konsep rasa syukur dengan cara membagikan makanan dan kue manis serta telur yang ditusuk penuh hiasan yang ditancapkan ke batang pohon pisang. Pohon pisang dan buahnya memang menjadi pakem dari keberadaan Tiri' ini.

Makna dan Hikmah Maulid Nabi 

Orang Mandar menjaga tradisi itu dari tahun ke tahun. Penguasaan Belanda dan Jepang atas wilayah Mandar membuat tradisi ini menjadi sedikit asing karena selama beberapa dasawarsa tak memungkinkan untuk digelar. Nanti setelah merdeka, KH. Muhammad Tahir Imam Lapeo kembali memperkenalkannya meski kemudian terganggu saat pergolakan Bn. 710 dan DI/TII pada tahun 1953 - 1965.

Pasca pergolakan, masyarakat Pambusuang menjadikan ritual tradisi Mammunu' ini kembali dihelat dengan meriah setiap tahun. Saking semangatnya, mereka tak lagi hanya memperingatinya  dalam bulan Rabiul Awal, melainkan sampai 3 bulan yakni Rabiul Akhir dan Jumadil Awal. Pemantuknya tentu karena keberadaan Annangguru yang menggaransi amaliyah ini adalah bentuk upaya mencintai Muhammad Rasulullah yang tak lain adalah jalan berkah menuju pamnase-Na Puangallah Taala. 

Sejatinya, Maulid Nabi memiliki beberapa makna dan hikmah penting, yang antara lain bisa: Menumbuhkan cinta kepada Rasulullah SAW dengan memperbanyak shalawat dan mengenang perjalanan hidup beliau; Menguatkan iman dan ketakwaan dengan meneladani sifat sabar, jujur, amanah, dan kasih sayang Rasulullah: Meningkatkan ukhuwah Islamiyah dengan berkumpul, belajar, dan mempererat persaudaraan;  Mengajarkan nilai syukur*: karena lahirnya Nabi adalah anugerah besar bagi umat manusia; Mendorong semangat beramal*: dalam ibadah dan kehidupan sehari-hari sesuai ajaran beliau. 

Tradisi Maulid Nabi di Indonesia 

Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi memiliki berbagai tradisi dan budaya lokal yang unik, seperti: Grebeg Maulud,  arak-arakan dan pembagian makanan; Sekaten yakni tabuhan gamelan pusaka dan pasar rakyat di Yogyakarta dan Solo; Debus yakni tradisi di Banten dengan doa bersama; Molodhan atau tradisi di Madura dengan sajian tumpeng dan aneka makanan khas

Peringingatan Maulid Nabi menjadi momentum penting untuk memperkuat rasa cinta kepada Rasulullah SAW dan meningkatkan semangat beramal dalam kehidupan sehari-hari.

Selamat Merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, Semoga kita semua tetap sehat dan panjang umur. Amin. 

NB:
Catatan Kebudayaan Muhammad Munir

Tulisan belum diedit ulang. 

Tulisan ini dibuat saat perjalanan dari Campalagian ke Salabose dengan ditemani driver tampanG Amat Talagae 
😄😄😄

Komentar