FEBRIANTO WIJAYA adalah generasi muda multi talenta kebanggaan Sulbar, bukan saja sebagai politisi tapi juga merupakan pesepak bola yang berhasil meninggalkan jejak dalam berbagai turnamen. Keberadaannya di Tim Pemenangan SDK-JSM juga sangat menetukan yakni Koordinator Koalisi SDK-JSM Kabupaten Mamuju. Keberadaan anak muda yang ini menjadi Anggota DPRD Kabupaten Mamuju ini tentu tak hanya menguntungkan tapi sekaligus menentukan.
Saat ini, ia telah menjadi wakil rakyat untuk periodenya yang ketiga. Ia tercatat sebagai Anggota DPRD Mamuju sejak Pemilu 2014-2019; 2019-2024 dan terakhir kembali lolos meraih kursi di DPRD Mamuju dari Dapil 1 melalui Partai Demokrat dengan mengantongi 4. 536 suara. Capaian ini jauh meninggalkan perolehan suaranya pada Pemilu sebelumnya yang hanya 1,952 dari total 4,351 suara.
Febrianto lahir dari pasangan Ilham Wijaya dan Wenny Wijaya lahir di Ujung Pandang pada 20 Februari 1989. Suami dari Felani ini adalah cucu dari Oei Tik Piauw (OTP) yang tak lain adalah seorang turunan Tionghoa. Penting dicatat, meski ia Tionghoa, tapi hubungan emosionalnya dengan Mandar (tertama Mamuju) tentu tak dapat dinafikan. Kendati hari ini keluarga besar OTP diakui banyak mendapatkan pundi-pundi emas dari proses perjalanan Sulawesi Barat, capaiannya itu harus difahami sebagai bahagian dari jeri payahnya sejak tahun 1960-an yang ikut membangun Mamuju.
OTP adalah seorang pengusaha sukses di Mamuju. Ayahnya kerap membantu Hapati Hasan saat menjadi Bupati Mamuju jika menemui kendala keuangan dalam pemerintahannya. Dialah yang membayarkan gaji guru-guru dan staf di kantor daerah ketika bupati mendapat kendala keuangan. OTP merupakan partner bupati dalam memajukan pembangunan di Mamuju. Sangat mungkin keberadaan Febrianto dalam dunia politik adalah buah manis dari pengabdian kakeknya juga.
Termasuk Wilianto, sepupunya dikenal pengsaha sukses melalui bendera PT. Passokkorang dan PT. KMP. Entah penamaan Passokkorang pada brand perusahaannya terinspirasi dari kebesaran Kerajaan Passokkorang yang pernah menguasai sepertiga wilayah Sulawesi Barat. Yang pasti, PT. Passokkorang kemudian tampil merajai semua proyek konstruksi dan perhotelan, baik di Sulawesi Barat maupun di Sulawesi Selatan. Dari sana pula bisnis hotel ia garap mulai dari d’Maleo Hotel di Mamuju hingga Dalton Makassar; Claro Hotel Convention Makassar; The Rinra Makassar; Almadera Makassar bahkan kini Claro Hotel Convention menjulang di Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
Lelaki yang akrab disapa Anto ini memiliki memori yang lekat dengan sebuah tempat bernama Talitting. Talinting adalah lapangan timbul tenggelam, karena hanya ada pada saat air surut dan ketika arus pasang datang, maka yang tampak hanyalah genangan air. Disinilah Anto bermain bola bersama teman-temannya. Disinilah seorang Febri mengenal permainan sepak bola yang kelak mengantarnya sebagai pesepak bola yang cukup dikenal di Sulbar maupun di luar Sulbar.
Terkait dunia bola, Anto merupakan pengagum bintang Argentina pada Piala Dunia 1998, Gabriel Batistuta dan Herman alias Tie' yang tak lain adalah pamannya. Herman adalah mantan pemain sepak takraw nasional yang melambungkan nama Indonesia di berbagai event internasional. Itulah makanya, ia mendirikan Klub Junior di kawasan Pasar Sentral Mamuju yang tak lain adalah tempat tinggalnya. Nama klub-nya pertama adalah Mangga Menteng lalu berganti PS. Elang Hijau dan PS. Armada lalu magang di Persemaju Mamuju.
Melihat potensi dan bakat yang dimiliki Febrianto Wijaya, orangtuanya menyarankan agar melanjutkan pendidikan SMP-nya di Makassar, setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di SD 1 Mamuju. Ia ikut SSB ternama di Makassar yakni MFS 2000 (Makassar Football School) pada tahun 2002, satu angkatan dengan Yus Arfandy Djafar dan Rachmat Latief. Disini bakat Febrianto semakin berkembang. Pada usia 13 tahun, dia sudah lolos pada seleksi terbuka PSM U-15 dan semakin menonjol pada umur 14 tahun dengan menjadi top skorer Liga Bogasari.
Tahun 2006 atau saat berusia-16 tahun, terpilih mengisi skuad Makassar Utama. Setahun kemudian pindah ke Persib Bandung U-17 dan juara disana. Di tahun yang sama, ia lolos seleksi dan terpilih masuk Timnas Indonesia U-17. Setelah itu ia menjalani training camp di Klub VfB Stuttgart Jerman tahun 2007.
Pulang dari negeri kelahiran Franz Beckenbauer, Febrianto Wijaya mendapat panggilan untuk memperkuat Tim Pra PON Sulsel. Di waktu yang sama dia juga lolos dalam seleksi PSM Makassar, karena regulasi untuk ikut di PON tidak memperbolehkan pemain profesional, maka diputuskan untuk tidak ikut ambil bagian di Tim PON Sulsel dan lebih memilih bergabung dengan skuad Ayam Jantan dari Timur yang memang sudah lama diimpikannya.
Bergabung PSM Makassar menambah deretan warga keturunan yang sejak dulu kerap mengisi skuad Pasukan Ramang. Menurut Erwin Wijaya, eks pemain PSM Makassar era 80-90an yang sempat penulis wawancara dalam catatan "Sejarah di Tasinara" pada pertengahan 2020, bahwa pada jaman Perserikatan PSM Makassar hanya dihuni oleh suku Makassar, Bugis, Mandar, Toraja, Ambon dan etnis Tionghoa.
Sejumlah nama warga keturunan yang menonjol dan menorehkan prestasi di PSM Makassar dari generasi yang berbeda seperti Harry Tjong, Frans Jo, Piet Tio, Keng Wie, dan terakhir yang berhasil membawa PSM Juara Perserikatan tahun 1992 Yosef Wijaya dan Erwin Wijaya.
Di usia 18 tahun, Febrianto Wijaya telah berhasil merasakan atmosfir sepakbola Nasional bersama PSM Makassar. Satu setengah musim merumput di PSM Makassar, lalu dipinjamkan ke Persipura Jayapura. Setelah menyelesaikan setengah musim bersama Tim besutan Raja Isa, dia kembali ke PSM Makassar. Di usia ke-19, Febrianto Wijaya kembali tercatat sebagai pemain Timnas Indonesia U-19, bersama dengan beberapa rekannya di Timnas U-17 sebelumnya seperti; Andritany Ardhiyasa, Kurnia Meiga, Egi Melgiansyah, Rahmat Latief dan Syamsir Alam.
Musim berikutnya dia mendapat pinangan dari Persiram "Dewa Laut" Raja Ampat, bahkan sudah sampai pada tahap negosiasi, namun di waktu bersamaan tawaran datang dari Medan Chiefs yang bermain pada kompetisi Indonesian Premier League (IPL), Setelah melalui pertimbangan yang matang, Febrianto memilih teken kontrak dengan Medan Chiefs.
Semusim bersama Medan Chiefs, ia akhirnya berlabuh di rakit "Laskar Joko Tingkir" Persela Lamongan
hingga akhirnya menyatakan pensiun dini sebagai pesepakbola di usia emas 24 tahun.
Pada tahun 2011-2012, konflik dan kisruh di tubuh PSSI mengakibatkan dualisme kompetisi. yaitu Indonesia Super League (ISL) dan Indonesia Premier League (IPL) kondisi ini membuat sepakbola Indonesia mengalami gonjang-ganjing. Hal tersebut menjadi salah satu alasan hingga Febrianto Wijaya memutuskan untuk gantung sepatu.
Kini ia menjadi politisi. Salah satu alasan untuk terjun ke dunia politik adalah membuat sepakbola di pelosok kampung jauh lebih bergairah melalui proses pembinaan. Hal tersebut benar-benar ia buktikan melalui pembinaan di SSB Mitra Manakarra bersama dengan beberapa teman pelatih lainnya seperti Irfan Rahman, Erik, Muhammad Jufri dll.
Bersama SSB Mitra Manakarra, dia telah melahirkan beberapa pemain yang memperkuat Timnas Indonesia dari berbagai tingkatan umur, diantaranya, Maldini Palli (U-19), Ryan Riding (U-16), Fakih (U-16) Rezky Pandi (U-19) dan Fadel Muhammad (Pelajar U-15). Selain itu, ia juga mengurus Klub OTP 37 Mamuju yang berjuang di kompetisi di Liga 3 Indonesia. Sebuah pencapaian yang luar biasa bagi Febrianto tatkala mendapat kepercayaan dari manajemen PSM Makassar untuk membawa Akademi PSM berhombase di Stadion Manakarra Mamuju.
Selain serius membina SSB Mitra Manakarra, OTP 37 dan Akademi PSM Makassar, dia juga tercatat sebagai pengurus BLiSPI (Badan Liga Sepak Bola Pelajar Indonesia) Sulawesi Barat, Lembaga yang fokus untuk pembinaan sepakbola usia dini. Dalam pandangannya, Sepakbola itu bukan cuma pemain, menjadi pengurus, manajer, pembina dan pelatih, adalah bagian dari sepakbola.
Kini, Febrianto menata diri dan dipercaya menjadi Pengurus DPD Demokrat Sulbar, Wakil Ketua MPC PP Kabupaten Mamuju, Sekretaris PSMTI (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa) Propinsi Sulawesi Barat, Pengurus FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kabupaten Mamuju, Ketua Asosiasi PSSI Kabupaten Mamuju, Direktur Akademi PSM Makassar, Pembina Utama Sekolah Sepakbola Mitra Manakarra Mamuju,
Pembina Utama PRMI (pena Real Madrid) Kabupaten Mamuju, Pembina Youth Manakarra Mamuju, Wasekjen Bidang Otonomi Daerah DPN ADKASI (Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia), Inisiator Manakarra Fair, Kharisma Even Nusantara RI, dan Pembina Esport Kabupaten Mamuju, Jika berbicara kemenangan SDK-JSM, sosok ini menjadi salah satu dari pemantik.
Komentar
Posting Komentar