MUHAMMAD ASLAM atau yang akrab disapa Bang Ka’lang ini adalah salah satu generasi Mandar yang banyak berkecimpung dalam dunia kebudayaan. Ia lahir di Tinambung dari pasangan Ahmad Syukur dan Hj. Husna Ba’do Hamid pada hari Kamis, 20 Maret 1975. Pada Pilkada 2024 kemarin ia merupakan Korcam Tinambung dalam Struktur Pemenangan SDK-JSM. Pria yang banyak aktif di Komunitas Teater Flamboyant Mandar ini tercatat sebagai salah satu kader Partai Demokrat tertua di Sulbar. Itu bisa dilihat dari KTA yang dia punya terbit pada tahun 2003 dengan Nomor 7319 – 2175 yang di keluarkan oleh DPD Demokrat Sulsel periode Reza Ali dan Haedar Madjid.
Direktur CV. Kenduri Cinta Indonesia ini merupakan cucu dari dari Usman bersaudara yakni Hasan Usman dan Rahim Usman. Hasan Usman adalah sosok pemerhati pendidikan yang dibuktikan dengan beberapa sekolah yang didirikan yang berada dalam naungan Yayasan Perama. Sekolah yang didirikan itu antara lain MI DDI Oting, MTs Perma di Alu. Termasuk keberadaan toko buku Sudara yang ia rintis ikut mencerahkan generasi Mandar pada Era 50-60an. Adapun Rahim Usman adalah Kader PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) yang pernah menjadi Anggota DPRD Majene bersama dengan Mas’ud Rahman dan lainnya.
Aslam tumbuh dan berkembang dalam asuhan orang tuanya. Secara ekonomi, kehidupan keluarganya termasuk melimpah kala itu sehingga soal pendidikan Aslam tidak merasakan kesulitan. Ia memulai pendidikannya di SD 055 Kandeapi kemudian lanjut ke SMP 1 dan SMA 1 Tinambung. Dengan modal ijazah SMA, ia menjadi honorer di Kantor Kelurahan mengikuti jejak ayahnya yang bekerja di Kantor Kelurahan Tinambung. Sampai 15 tahun jadi honorer tapi takdir jadi ASN tak tertulis di dahinya.
Pada medio tahun 2000an, ia banyak terlibat dalam proses Perjuangan Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat. Tak hanya berjuang di tingkat lokal Sulbar (Polemaju), tapi juga di Makassar. Aslam menjadi bagian dari rombongan pendemo yang diangkut dengan Armada mobil PT. Sumber Tani. Aslam lihat Salman Razak (Pawang) melempar kaca jendela kantor gubernur saat demo untuk Sulbar yang berujung ricuh dan penagkapan Naharuddin (Sekejen KAPP Sulbar). Bahkan ke Jakarta menjadi saksi atas demo besar-besaran di Senayan bersama pasukan Kalijodo pada tahun 2002. Aslam menjadi penghubung antar orang Mandar yang ada di Jakarta kala itu untuk bergabung dalam demo menuntut Sulawesi Barat lepas dari induknya, Sulawesi Selatan. Aslam tahu persis bagaimana pergerakan yang dimatangkan di Legency Pratama Jakrta, rumah kediaman Anwar Adnan Saleh kala itu.
Keterlibatan Aslam dalam proses perjuangan Sulbar karena adanya Teater Flamboyant Mandar, satu-sataunya lembaga dari Polemaju yang dikenal di Makassar, Jogyakarta dan Jakarta dan intens melakukan gerakan dukungan atas Sulbar untuk jadi propinsi. Cak Nun yang kala itu sedang jatuh cinta dengan Mandar ikut menjadi salah satu pemantik terciptanya kondisi yang membuat Sulbar lahir. Aslam dan Cak Nun memiliki hubungan emosional yang kuat sehingga komunikasi antara pejuang Sulbar dengan Cak Nun seakan tak ada sekat.
Membincang Cak Nun dan Aslam tentu tak harus membayangkan bahwa Aslam adalah sosok yang piawai dipanggung. Bukan itu. Tapi ketika seseorang ingin mengundang Cak Nun atau berkunjung ke Menturo atau Jogja, maka bisa dipastikan tidak mengalami hambatan untuk bertemu langsung dengan Cak Nun. Itu terjadi sebab kedekatan Aslam dengan Cak Nun tidak bisa diukur dengan nilai materi. Kedatangan Cak Nun ke Mandar beberapa tahun ini merupakan upaya kerasnya membangun komunikasi dengan beberapa dinas dan anggota DPRD Sulbar. Tak hanya Cak Nun, putra beliau Sabrang, Personil Letto Band menginjakkan kaki ke Mandar juga tak lepas dari peran-peran dari Aslam.
Kunjungan pertama penulis ke Sumobito Kecamatan Menturo, kampung kelahiran Cak Nun pada tahun 2016 saat perhelatan Ihtifal Maiyah dalam rangka Ultah Cak Nun ke-63. Aslam adalah pimpinan delegasi dari Mandar yang terdiri dari M. Sukhri Dahlan, Nana, Arifin Nejas dan S. Wildan. Kami mulai dari bandara Juanda Surabaya mendapat sambutan yang begitu familiar dari teman-teman Maiyah Surabaya.
Kami difasilitasi kendaraan dan segala kebutuhan selama berada di Surabaya sampai tiba di Menturo kami diperlakukan dengan sanagt istimewa baik dari jamaah Maiyah, terlebih Cak Nun yang langsung berhamburan memeluk Aslam pada saat bertemu. “Oh, selamat datang saudara Mandarku, Aslam…”. Ucap Cak Nun dengan nada agak lantang sembari memeluk Aslam dan menyalami kami satu persatu. Itulah makanya, Aslam ditunjuk oleh Caknun menjadi Koordinator Simpul Maiyah Nusantara dari Mandar Sulbar.
Bukan hanya persoalan Maiyah dan Cak Nun. Dalam dunia pusaka, Ketua Komunitas Pemerhati Budaya, Pusaka dan Naskah “Passemandarang” ini selain ia memiliki koleksi yang melimpah, ia juga sangat dekat dengan maestro besi sekelas Papa Lero, Ust. Hasbi dan Jendral Salim S. Mengga. Jika ada pameran pusaka di Sulawesi, maka orang pertama yang akan muncul dan sibuk mengurusi itu semua adalah Aslam.
Bukan yang lain. JIka Aslam kerap menjadi sosok yang memfasilitasi orang-orang besar masuk ke Mandar, itu bukan persoalan yang aneh, sebab kakeknya dulu juga yang memfasilitasi putra HOS Cokroaminoto sewaktu berkunjung ke Mandar, bahkan nginap dirumahnya.
Persinggungannya dengan dunia seni dan budaya tentu tak bisa dinafikan. Ia pernah mengantar anak-anak Mandar bersama Sahabuddin ke Kuala Lumpur mementaskan Tari Pallake di luar negeri. Saat ini Ia juga menjadi penghubung antara kerajaan-kerajaan yang ada diluar dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Mandar. Selain itu, Ia juga dipercaya menjadi Wakil Sekretaris Palasara Sulsel. Bahkan dalam jaringan Thariqat Qadiriyah, ia juga menjadi salah satu pengurus Jamiyah Ahlith-Thariqah Al-Mu’tabarah Anahdhiyah (JATMAN) dengan NRA. 025 0121 018.
Setahun setelah Sulbar terbentuk, Ia memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi wanita bernama Sitti Aisyah pada tahun 2005. Dari hasil pernikahannya ini, ia dikaruniai dua orang anak masing-masing bernama Zarin Abadiya dan Muhammad Danish Basyarat. Nama nak-anaknya ini adalah pemberian dari Cak Nun. Aslam memang kerap meminta petunjuk untuk nama anak-anak yang baru lahir ke Cak Nun jika ada anggota yang minta tolong
Kaitannya dengan Pilgub Sulbar, Aslam ini tak mungkin bisa diabaikan peran-perannya.
Hubungannya dengan Demokrat adalah kader yang disana ada Syamsul Samad yang kerap menjadi mitra dalam segala hal ketika Syamsul membutuhkan kemitraan. Aslam dari awal memang dikenal sebagai pendukung utama SDK sejak Pilgub 2017 sampai Pilgub 2024, ia tak pernah beranjak. Sebagai orang Maiyah, tentu memahami betul bahwa satu-satunya yang bisa mengalahkan kekuatan cinta adalah kesetiaan. Dan Aslam dikenal setia dengan Partai Demokrat sejak tahun 2003 sampai sekarang.
Komentar
Posting Komentar