Kisah ini mungkin tidak setragis cinta Jack dan Ros yang akhirnya terkubur bersama tenggelamnya Titanic. Mungkin juga tidak sepedih kisah Zainuddin dan Hayati yang berakhir dengan Tenggelamnya Kapal Van Der Wick. Tetapi pertunjukan kasih Bojes dan Lia di Pelabuhan Majene tetap saja seperti dongeng cinta yang selama ini telah mewarnai kisah kasih manusia. Menggemaskan, mengharukan dan melampaui tatanan tertib.
Bojes, lelaki yang berniat merantau demi mengais rezeki di negeri seberang harus membatalkan niatnya. Di Pelabuhan Majene keinginan merantau itu tertahan. Niat luhur merantau untuk cari rezeki, demi keluarga dan uang panai untuk sementara ditangguhkan. Bojes tak rela membuat hati Lia nelangsa, tak ingin dia membuat lara berdenting di sanubari tambatan hati.
Lia tak sanggup melepasnya pergi. Akalnya bisa menerima, bahwa keberangkatan Bojes ke negeri rantau adalah untuk masa depan mereka juga.
Namun, wahai kawan, cinta tidak bisa ditata oleh akal. Mulanya mungkin Lia bisa menerima, maka dengan berbesar hati ia mengantar pujaan jiwa ke pelabuhan . Tetapi begitu terompet kapal berbunyi, ia sadar sang belahan jiwa segera akan berpisah dengannya, hatinya tak bisa berkompromi. Ego cintanya meletup, hasrat memilikinya terguncang. Tidak perlu menjelaskannya degan teori Freud dan Lacan, tapi siapa pun orang yang hatinya pernah tertambat benang kasih, terjatuh dalam danau asmara, pasti paham perasaan Lia. Ia memaksa untuk ikut.
Walaupun dalam banyak kisah cinta, laki-laki yang terperangkap asmara sering tak peduli dan bertimbang panjang, Bojes berbeda. Ia sadar sepenuhnya Lia belum jadi istrinya. Membawa Lia turut serta tidak hanya melanggar agama, tetapi adat-istiadat ia akan terabas dan keluarga akan tercoreng arang hitam. "Biarlah mati gaya, tapi jangan mati adat." Maka Bojes tak melakukan itu. Ia dengan sabar meminta Lia untuk pulang. Tapi mana bisa cinta dinasehati. Jika ia tengah meledak, bahasa apapun tak akan mempan. Bujuk rayu hingga tebasan pisau tak akan dihiraukan. Bojes yang sama merasakan kasih itu paham. Ia tak emosi dengan sikap pacarnya. Di bawah tatapan beratus ratus pasang mata, di tengah tepukan riuh dan sorakan, ia tak merasa malu. Tak keluar suara kasar karena kesal. Tak banyak lelaki yang bisa berdiri dengan sabar dan tenang dalam situasi demikian. Mungkin cintanya dan cinta Lia menjadi selubung yang membentengi mereka dari rasa malu dan amarah.
Di detik terakhir Bojes lebih memilih tidak berangkat. Memang pada akhirnya tak ada lagu ala Tommy J Pisa: " .....Di Pelabuhan 'Majene' (Belawan) kulepas dirimu kasih, kuharap engkau kembali untukku lagi." Tetapi Bojes dan Lia telah mengukir kisah cinta mereka sendiri. Sepasang sejoli itu memahatkannya di Pelabuhan Cinta. Kelak cerita itu mungkin akan menjadi kenangan, setidaknya bagi mereka berdua. Semoga kalian dipersatukan dalam cinta yang abadi.
Ditulis dalam kesendirian, di sudut Pancoran, ketika rindu datang mencengkeram.
#Syamsurijal Ad'han
Komentar
Posting Komentar