OLEH: MUHAMMAD MUNIR (Wakil Ketua DPD PAN Polewali Mandar)
Musda
PAN IV yang digelar Sabtu, 14 Mei 2016 lalu di Hotel Ratih menghasilkan empat
orang tim formatur. Tim formatur tersebut antara lain menetapkan Ajbar Abd.
Kadir, Nahar Bakri, Jamar Jasin Badu dan Efendy S. Singkarru. Setelah melalui
proses diskusi akhirnya disepakati bersama DPW PAN Sulbar member amanah kepada
Ajbar Abd. Kadir sebagai Ketua, Jamar Jasin Badu didapuk sebagai sekretaris dan
Nahar Bakri diplot menjadi bendahara DPD PAN untuk periode 2016-2021.
Keputusan
menunjuk Ajbar sebagai ketua DPD PAN bukanlah sebuah persoalan kebetulan tapi
sebuah kesadaran yang didasari niat dan kesungguhan untuk membangun image partai dalam bingkai saudaraku (panggilan/sapaan akrab sesama
kader PAN). Ajbar yang kini menjadi Ketua Komisi 4 ini menjadi muara dari
sebentuk arus perubahan dalam menata masa depan partai berlambang matahari ini.
Betapa tidak, terpilihnya Ajbar sebagai ketua DPD mutlak menjadi spectrum untuk
member spirit perubahan.
Benar
saja, ditangan politisi PBR yang melebur ke PAN ini langsung tancap gas dan
mengubah tampilan partai ini selangkah lebih maju dari kepemimpinan periode
sebelumnya. Langkah pertama yang dilakukan adalah membangun rumah PAN. Rumah
PAN yang dibangun ini bukan sekedar tempat ngumpul sebagai kantor/secretariat.
Ia menjadi rumah yang mapan untuk sebuah proses perubahan. Perubahan yang
dimaksud tersebut dapat dilihat dari formasi kepengurusan yang 60 persen
terdiri dari kader muda berkarakter.
Hasil
Musda PAN IV kali ini setidaknya menjadi ruang konsolidasi bagi kader PAN di
Polewali Mandar. Tulisan berjudul “Membangun Rumah PAN yang Mapan” ini mencoba
mengapresiasi kinerja kader PAN yang dinakhodai oleh Ajbar ini. Apresiasi
dimaksudkan untuk memberi moril pada sebuah agenda politik yang tiap tahun akan
digelar di Polewali Mandar ini. Agenda politik yang dimaksudkan adalah Pilgub
2017, Pilkada Polman 2018 untuk selanjutnya menghadapi Pemilu 2019.
Berbagai agenda politik tersebut menuntuk konsentrasi dan
konstribusi pada partai untuk mengkalkulasi kemenangan pada setiap perhelatan
demokrasi di daerah ini. Olehnya, kedepan tugas pertama yang harus dilakukan
oleh Ajbar dan jajaran pengurusnya adalah: Pertama:
mengelaborasi makana kader. Siapa mereka? Kemana harapan mereka akan dibawa? Dalam
lingkungan pergaulan partai, istilah ‘kader’ adalah kosa kata yang setiap saat
kita sebuttapi tidak terlalu banyak yang mencoba mengelaborasi makna
kedalamannya. Kader ada dua macam yaitu “Kader formalitas” dan “kader
esensial”. Kader formalitas adalah sebutan bagi siapapun pengurus struktural
partai dan pernah mengikuti pelatihan kader. Sementara kader esensial adalah
penjumlahan kualitas yang terdapat dalam diri seseorang tanpa melihat apakah
orang itu berada dalam struktur partai atau tidak.
Kualitas
yang dimaksud meliputi bentuk immaterial seperti cita-cita, angan-angan, niat
baik, sifat ikhlash, tulus dll. Hingga bentuk material yang dapat dilihat dalam
konstribusi pemikiran, tenaga, dana dll. Pada pengertian kader formalitas yang
tidak memiliki kualitas kader esensial, cenderung akan menjadi beban dan
penghalang untuk menang, bahkan mungkin tepat disebut “benalu partai”.
Partai
mesti menjadi ruang akademis dan hati nurani, dan politik sebagai lapangan
kompetisi sekaligus sportifitas. Karenanya, penyelewengan, pembiaran dan apapun
bentuknya adalah sebuah kesalahan fatal yang yang tidak bisa di tolerir.
Saatnya kita tinggalkan dandanan-dandanan politik yang sifatnya menina bobokan
kader. Partai harus dijadikan seragam kolektif untuk mengakomodasi keinginan
masyarakat, karena atas nama demokrasilah partai politik menemui takdirnya
untuk dilahirkan dengan fungsi utama sebagai rumah aspirasi rakyat.Jangan lagi
mengeja konsep politik Belanda yang ketika ada segolongan yang tidak pro atau
menentang maka jalan satu-satunya adalah disingkirkan.
Lembaga
partai politik dan DPR adalah wadah aspirasi dan aksentasi konstituen dan
masyarakat secara umum. Karenanya, pengurus partai dan anggota dewan seharus
memposisikan diri sebagai aspirator, inisiator dan mediator bagi kebutuhan
masyarakat secara umum dan konstituen secara khusus. Apabila aspirasi tidak
mampu diakomodir secara baik dan benar, maka itu akan dilarikan dalam bentuk
demonstrasi, kritik, opini, mosi tidak percaya dan jangan salahkan apabila
dibumbuhi makian dan sumpah serapah.
Kedua: Ajbar
dan jajarannya mesti membuat sebuah perubahan yang signifikan. Perubahan yang
dimaksud terutama pada peran intitusional dari pengurus partai, anggota
legislative dan institusi kampanye lainnya sebagai prasyarat untuk menjemput
prestasi kerja yang lebih membanggakan. Pengurus partai disebut berprestasi
jika memiliki kinerja yang baik dalam tiga hal yakni: Pertama, Kemampuan pengurus dalam meningkatkan jumlah rekruitmen
anggota partai atau kader. Tentu dalam hal ini tidak berhenti pada terdaftarnya
anggota saja, akan tetapi sampai pada bentuk mempertahankan anggota melalui
berbagai program yang riil dan dirasakan manfaatnya oleh anggota. Peningkatan
jumlah anggota secara tidak langsung dilakukan dengan meningkatkan leverage
partai ditengah kehidupan sosial masyarakat. Leverage maksudnya adalah
kemampuan pengurus partai memberi reaksi atau kemampuan pengurus dalam menjamah
problem sosial maupun kebijakan pemerintah yang muncul.
Kedua, adalah
kemampuan pengurus dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dari
partai. Disini yang ditekankan adalah ketersediaan fasilitas program
pengembangan SDM baik dalam bentuk training maupun dalam bentuk kegiatan
keorganisasian yang pada gilirannya dapat meningkatkan kemampuan pengurus dan
anggota. Yang tak kalah pentingnya adalah yang Ketiga, yakni pengurus yang menjadi anggota dewan seharusnya lebih
dekat dengan kader dan konstituennya serta memanfaatkan media massa seoptimal
mungkin. Dalam artian mereka hendaknya mampu menyuarakan
kepentingan-kepentingan rakyat secara menyeluruh dalam rangka mengelaborasi
pemikiran dan yang terakhir ini hanya dapat dilakukan dalam wujud masukan,
kritikan, gagasan atau opini.
Mereka
harus mampu memosisikan diri sebagai bagian dari solusi setiap masalah bukan
malah menjadi bagian dari masalah. Masyarakat ketika mendapat masalah sejatinya
menjadikan anggota dewan sebagai pelarian untuk mencari solusi, tapi faktanya
anggota dewan kita belumlah bisa diharapkan untuk menjadi partner dalam
memecahan persoalan.
Komentar
Posting Komentar