BAKTI SEORANG SALEH BHAKTI YANG TERLUPAKAN


Catatan Muhammad Munir 

M. SALEH BHAKTI adalah satu diantara sekian guru yang terlibat dalam proses perjuangan memperebutkan kemerdekaan dari tangan Belanda. Bukti perjuangan dan baktinya pada negeri ini tak pernah dihargai kendati ia menjadi sosok yang tak pernah berhenti menebar kebaikan. Salah satu yang miris adalah SK Veteran yang harusnya ia nikmati justru datang pada saat maut merenggutnya.   
Saleh Bhakti lahir di Karama Tinambung pada tahun 1924 (data lain 1928) dari pasangan Kambaya Pua Turunni (karama – Lambanan) dan Sa’diang (Banua Padang Padang) bersama satu orang saudaranya yang bernama Mustafa. 

Saleh kecil mengenal pendidikan formalnya di SR 5 Tahun Campalagian mulai tahun 1934 dan berhasil mendapatkan ijazahnya pada tahun 1939. Selesai di SR, ia mengikuti pendidikan CVO (Cursus Volks Onderwizer) dari tahun 1939 sampai 1941. Dari CVO ia menjadi guru bantu di SR 3 Tahun di Pajalele Pinrang (1941-1944) kemudian diangkat menjadi Kepala Sekolah di SR 3 Tahun di Jampue Pinrang dan hanya bertahan satu tahun sebab ia mendengar berita bahwa Indonesia telah diproklamirkan di Jakarta pada 17 Agustus 1945. 

Sebagai seorang kepala sekolah, mendapatkan informasi perkembangan Negara pada waktu itu cukup mudah ia akses. Ia kembali ke Mandar dan bergabung dalam gerakan perjuangan yang diprakarsai oleh Riri Amin Daud, Andi Depu dan lainnya dalam Kelasykaran Kris Muda Mandar dan LAPRIS. Dari sana, ia terlibat dalam proses perjuangan secara fisik dari tahun 1945 hingga ia tertangkap pada tahun 1948 dan dipenjarakan di Ujung Pandang. Ia bebas dari penjara pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai pejuang kemerdekaan.   

Tahun 1950, ia dirayonkan di Pinrang sebagai CTN (Cadangan Tentara Nasional). Pada tahun yang sama ia menikahi seorang gadis bernama Sitti Nahayah. Pada tahun 1951, anak pertamanya lahir, ia mulai bertugas dan tergabung dalam TKR (Tentara Keamana Rakyat) selama beberapa tahun dibawah pimpinan Hamid sampai tahun 1957. Pada saat TKR diresmikan pada tahun 1959, Saleh Bhakti kembali ke kampung halaman dan hidup sebagai warga biasa, bertani.   

Setahun kemudian, 1960 ia kembali aktif berpartisipasi membantu Panglima Operasi Kilat memulihkan keamanan di daerah Mandar dan menumpas habis Gerombolan DI/TII Kahar Maudzakkar serta mengakhiri petualangan Andi Selle pimpinan Bn. 710 dan TBO-nya. Untuk tugas ini, persenjataan disuplai dari Batalion S. Mengga di Parepare, hingga tahun 1964. Atas perannya dalam penumpasan gembong pergolakan di Mandar ini sehingga ia mendapat penghargaan dari Panglima Operasi dengan Nomor Keputusan 0140/12/1964. 

Kilat Antara tahun 1964-1965, ia disalur ke Obyek Pertanian oleh Panglima Operasi Kilat melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Polewali Mamasa di Desa Rappang Kecamatan Wonomulyo. Tahun 1965-1966 ia kembali terlibat membantu pemerintah menumpas G30 S/PKI dengan segala ormas dan antek-anteknya. Setelah itu, ia bekerja di Perusahaan Daerah Bagian Perkebunan Kelapa di Mambu antara tahun 1966-1975.

Terhitung sejak tanggal 1 April 1975 ia dipercaya untuk menjadi pejabat Kepala Desa Suruang melalui Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Polewali Mamasa Nomor 19/ BKDH/III/1975 tertanggal 20 Maret 1975. Ia kemudian kembali terpilih sebagai Kepala Desa Suruang untuk periode keduanya berdasarkan SK No. 9/BKDH/ II/1984 tertanggal 8 Februari 1984. Ia tutup usia pada hari Kamis, 30 April 1992 masih dalam status sebagai Kepala Desa Suruang untuk periode ketiganya. 

Dalam hidupnya, ia sempat menikahi dua orang wanita masing-masing istri pertama bernama Hj. Sitti Nahaya dan Istri kedua bernama Bunga Rosi. Dari pernikahannya dengan Hj. Sitti Nahaya, ia dikaruniai 4 orang anak bernama Hasanuddin, Hasbullah, Sitti Masnah dan Sitti Nurjannah. Adapun dari Bunga Rosi ia mendapatkan tiga orang anak bernama M. Fajaruddin, M. Asikin dan Sitti Rahmah (diolah dari dokumen pribadi M. Saleh Bhakti).

Pemakaman Saleh Bhakti, 1992
Piagam Pengangkatan Saleh Bhakti sebagai Anggota Veteran

Komentar