Oleh: Mukhtar
Dalam sejarah peradaban umat manusia, sudah sangat basi di telinga kita dengan apa yang disebut dengan era modern. Era modern adalah era di mana orang menjalani kehidupan dengan serba mekanik. Di sisi lain, gejala modernisme muncul pula watak-watak yang sudah sekian lama menggerogoti cara pandang hidup manusia yang juga sudah sangat "renta" di ingatan kita, yaitu idiologi materialisme, kapitalisme, dan liberalisme
Para ahli, sejarawan, maupun dan filosof, ramai-ramai mengeluarkan " fatwa dan kritik" bahwa modernisme telah gagal tunaikan janji-janjinya untuk membahagiakan umat manusia, tetapi malah justru manusia telah berada di tepian kehancuran.
Berkaca pada era yang dianggap telah mencabut akar fitrah manusia sebagai makhluk spritual, maka manusia butuh pergantungan spritual yang tidak mudah rapuh. Era modern dianggap bukanlah lagi era yang relevan dengan fitrah manusia itu.
Setelah era modernisme, diharapkan muncul era yang mampu membangunkan manusia dari kesadaran fitrahnya sebagai makhluk yang punya naluri untuk mencari Tuhan sebuah era sesudah era modernisme yaitu era " post modernisme". Era ini oleh para ahli menganggap sebagai antitesis dari era modernisme yang diharapkan mampu mengantarkan manusia untuk mengembalikan Tuhan yang pernah terabaikan dalam sejarah. Era ini oleh para pengamat bisa membawa pamor agama, namunTernyata era inipun tidak bisa membawa perubahan apa-apa dalam tatanan sosial kehidupan manusia. Era ini tidak beranjak dari tempatnya untuk menghibur manusia yang semakin terlena dalam " kemerosotan spritual"
Bahkan, Post modernisme kaitannya dengan agama seakan menjadi agama baru yang mengigkari kebenaran universal dan tidak mengakui kebenaran absolut. Modernisme mengingkari agama karena rasionalitasnya sementara post modernisme mengingkari agama karena irrasaionalitas.
Pada beberapa tahun yang silam waktu masih menjadi mahasiswa strata satu, diskusi tentang diskursus post modernisme menjadi diskusi yang ramai dan banyak mengundang perspektif. Bahkan ada pandangan lain versi bacaannya, bahwa sebenarnya kita sudah berada di era post modernisme.
Sebuah pertanyaan kerdi yang bisa diajukan, di manakah sebetulnya era post modern itu dilalui?, apa betul kita sudah lewati era modern? Atau kita masih berada dalam " cengkraman dan permainan" era modern?
Apakah era digitalisasi, dan ada lagi yang paling mutakhir dengan diistilahkan dengan "kecerdasan buatan " atau AI Kalau tidak salah singkatan dari artificial intelegence, dan lain-lain apalah namanya, bukan semua ini bagian dari gejala modernitas. Kalau ini dianggap sebagai bagian dari gejala modernitas, maka berarti kita masih berada dalam bayang- bayang modernitas. Di mana era post modernisme itu berkembang dalam sejarah yang katanya muncul sesudah era modern. Memang tidak mudah untuk memberi batasan antara kedua era ini.
Terlepas dari diskursus apakah kita masih berada di era modernitas atau era post modern, yang jelas kita hidup di era sekarang dampaknya sangat luar biasa dalam kehidupan umat manusia.
Dunia terasa semakin kecil, sempit dan, sumpet. Dunia seakan dijadikan seperti bola kaca oleh "keangkuhan era teknologi". Pikiran dan tenaga manusia nyaris sudah tidak berfungsi. Hidup serba pragmatis. Demikian pula Berita-berita yang ada di luar sana hari itu juga, menit itu juga orang semua sudah bisa mengkonsumsinya dengan sikap dan perspektif masing-masing.
Hampir semua kalangan mulai dari anak-anak hingga orang tua, memegang benda kecil yang sangat cerdik yang dapat menangkap berita setiap hari. Di dalam benda cerdik itu terprogram WhatsApp, Facebook, Instagram, tik tok dan lain-lain yang siap menangkap setiap kabar yang datang dari luar, baik berita buruk maupun berita baik.
Nyaris tidak ada waktu yang terlewatkan untuk " memangsa " setiap informasi yang mengalir di benda kecil itu. Fungsinya yang begitu luas membuat dunia terasa sempit dan kecil.
Namun juga disayangkan bagi pengguna yang tidak bijak memfungsikan ke jalan yang benar, akan berakhir dengan malapetaka. Mengkomsumsi berita tanpa dengan hati-hati dari mana sumbernya yang shahih akan menyebabkan dampak buruk bagi penggunanya. Dan lebih parah lagi jika benda kecil itu dijadikan alat untuk menyebarluaskan berita yang tidak benar, bahkan dipakai untuk menyebarkan aib orang lain.
Fenomena tersebut beberapa abad yang lalu Bahasa agama memberi pelajaran yang sarat dengan pelajaran dalam menyikapi perkembangan teknologi terutama teknologi imformasi _" ya ayyuhallazdima amanu injaakum fasiqum binabain fatabayyanu antusibu qauman bijahala"_( Hai orang-orang yang beriman, apabila ada orang fasiq yang membawa berita kepadamu, Maka telitilah dengan baik karena banyak kelompok yang menjadi korban karena ketidak tahuannya) dalam surah yang sama Allah juga menegaskan: _"Walatajassasu wala yagtabba'dhukum ba'dha"_(jangan engkau mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangan engkau mengghibah antara satu dengan yang lain. Dalam hadis perlu juga menjadi renungan" _" Ajibtu limanyasyghilu bi 'ujubinnas pahua ghafilun an ' uyubi nafsihi"_( Saya heran ...bagi orang yang sibuk mencari aib orang lain sementara lupa dengan aibnya sendiri).
Pesan-pesan ke-Tuhanan dan kenabian, menjadi larangan yang cukup tegas untuk bersikap hati - hati dengan penuh pertimbangan dalam menangkap dan menyebarkan imformasi.
Informasi yang paling "lezat" untuk dikomsumsi biasanya berasal dari publik pigur, pejabat publik. Apalagi tokoh agama. Biasanya berita buruk dari publik pigur dan tokoh agama lebih heboh beritanya dibanding berita tentang kebaikannya
Namun juga disayangkan bagi pengguna yang tidak bijak memfungsikan ke jalan yang benar, akan berakhir dengan malapetaka. Mengkomsumsi berita tanpa dengan hati-hati dari mana sumbernya yang shahih akan menyebabkan dampak buruk bagi penggunanya. Dan lebih parah lagi jika benda kecil itu dijadikan alat untuk menyebarluaskan berita yang tidak benar, bahkan dipakai untuk menyebarkan aib orang lain.
Seakan sejarah menunjukkan ketidak adilannya, kesalahan yang mungkin tidak terlalu besar dari publik pigur dan tokoh agama, akan menjadi berita besar di media sosial. Seakan menghapus kebaikan- kebaikan yang telah pernah dia lakukan. " Setitik nila akan mengotori susu sebelenga" demikian kata pepatah.
_Wallahu 'Alamu Bishshawab_
Polewali, 17 Desember 2024
Komentar
Posting Komentar