Masyarakat Sulawesi Barat khususnya Mandar patut berbangga memiliki seorang penyanyi sekelas dan setenar Shale As. Lagu-lagu yang dinyanyikan bukan hanya dalam bahasa Mandar, tapi juga Bugis dan Makassar. Dan ini tentu dinikmati oleh semua etnis besar Sulawesi yang ada dirantau. Lagu yang dilantunkan oleh Shale pasti mengingatkan mereka pada kampung halaman mereka.
Bagi penulis, lagu Shale dengan kekuatan bahasa universalnya mampu melampaui batas-batas geografis dan etnisitas. Dari mulai album Kanjengma Ri Kamaseku (Makassar), Idi'na Sabari (Bugis) dan Pitu Ana' Ende dan Larra Tembang (Mandar) telah ikut memperkuat identitas daerah dan budaya nasional. Dalam hal ini, pemerintah harusnya bisa membaca batin para seniman dan mengapresiasinya lebih terukur dan nyata sifatnya. Shale As dan seniman lainnya telah ikut melegitimasi dan mempertegas kesenimanan mereka dan menjadikan Mandar (baca: Sulbar) lebih dikenal.
Bagaimanapun, mereka yang telah berkiprah di dunia kesenian telah ikut menjadikan masyarakat lebih halus sikap dan perangainya dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki rasa estetika yang juga akan mendukung Sulbar ini menjadi lebih mala'bi'. Cerita dibalik sosok Shale AS hari ini kadangkala membuat kita sugiging ditempat, sebab dimasa tuanya, ia harusnya menikmati jerih payahnya sebagai pelestari lagu daerah Mandar, tapi ternyata itu tak ia rasakan. Faktanya, ia harus berjuang sendiri bersama teman-temannya dan tidak menemukan negara hadir dalam kehidupannya.
Produktifitas yang sudah mulai menurun, penyakit yang kini bersarang ditubuhnya harusnya tak lagi menjadi beban fikirannya. Negara harusnya hadir melalui pemerintah bahwa sosok Shale As adalah tanggung jawab negara sebab negaralah yang bertanggung jawab memelihara dan memajuka kebudayaan.
Di era milenial ini, industri album, baik berupa kaset pita maupun kepingan VCD yang dulu menjadi tumpuan harapannya telah tergeser. Lagu-lagunya mungkin tak lagi dibajak tapi dirusak oleh pengcover lagu yang membuatnya semakin tersisih dari panggungnya. Ini tentu harus menjadi tugas bersama untuk memastikan para seniman kelas maestro itu dipelihara oleh negara (baca: pemerintah Sulbar).
Biarkan mereka beristirahat atau tetap berkarya dengan sisa kemampuan mereka, tapi mesti ada jaminan hari tua untuk bisa menikmati sisa umur yang kini terbilang sepuh.
AMMA SUNA (Ibunda Saleh AS)
Komentar
Posting Komentar