oleh: Mukhtar
Kampung halaman adalah awal pertama mengenal bahasa ibu. Awal mengenal huruf "Alif"dan"ba", a, i, u. Huruf-huruf yang membesarkan dan mengharumkan nama seseorang. Kampung halaman adalah awal meneguk air hikmah dari kedua orang tua kita. Pesan-pesan keadaban kita terima dari ke dua orang tua kita walau agak konservatif namun begitu holistik dan prinsipil.
Orang tua memang tak berpendidikan tinggi, tapi pesan-pesannya adalah pesan-pesan keadaban dan tradisi yang menyiratkan pesan-pesan kenabian dan ke-Tuhanan.
Kampung halaman memang jauh dari kemoderenan, tergerus dengan lajunya peradaban, tapi nilai-nilai dan prinsif masih terpelihara dengan baik. Suasananya begitu alami jauh dari kemunafikan. Manusia kampung biasanya punya prinsif yang penting dapat makan, merokok, beribadah dan tidak menipu orang.
Suasana petang menjelang malam, suara-suara bak memanggil-manggil dari binatang bertanduk ( beke) terdengar di Sani - sini pertanda binatang itu sementara menunggu makanan, makhluk-makhluk kecil( irri-irris) seringkali terdengar di suasana malam sunyi senyap diiringi dengan gonggongan anjing yang menyeramkan, ditambah lagi dengan suara-suara kodok seperti basf gitar (tikkor) yang mengiri lantunan suara makhluk lain bak permainan orkes yang tidak beraturan. Sementara di pagi hari burung-burung kecilpun (dongi) yang bertengger di atas ranting pohon, tak mau ketinggalan menghibur manusia kampung yang sudah selesai menyelenggarakan shalat subuh sambil menikmati gulungungan sendiri rokok yang terbuat dari tembakau ( bakal) dengan kopi pahit alami sebelum pergi ke kebun. Itulah alaminya suasana kampung yang membangkitkan kerinduan yang sudah berhijrah di negeri orang.
Tak jarang seseorang ketika sukses di negeri orang, suasana kampung menjadi pelipu lara untuk mengobati rasa rindu ke kampung halaman, sesekali memutar kembali rekaman masa-masa mengawali hidup di kampung, baik kisah yang mengandung penderitaan maupun kisah kebahagiaan masa kecil.
Mungkin ada yang merasakan bahwa bahagia yang sesungguhnya adalah kebahagiaan semasa menikmati permainan di waktu kecil. Naluri anak kecil adalah main dan main, sampai-sampai belajar mengaji sambil main kejar-kejaran di dalam mesjid. Dalam shalatpun biasa sambil bermain sehingga sesekali keluar suara seperti orang ketawa.
Naluri yang selalu bermain di masa kecil membuat nyaris tak pernah menyadari bahwa kedua orang tua adalah miskin. Seorang anak kecil yang bermata mainan mengikuti ibunya ke pasar, terkadang seorang ibu rela menyembunyikan kemelaratannya kepada anaknya dengan rela tidak jadi belanja mainan untuk anaknya yang menangis.
Memutar kembali kampung halaman dapat mengikis keangkuhan seseorang di satu sisi dan dapat menjadi pelipu lara di kala kita rindu dengan kampung halaman.
Ada apa dengan kampung halaman, kampung halaman adalah bagian sejarah hidup seseorang yang mempengaruhi langkah selanjutnya. Seseorang tidak bisa langsung menaiki tangga yang paling atas tanpa melewati anak tangga yang paling bawah, seseorang tidak bisa meraih kesuksesan tanpa melewati penderitaan.
Kampung halaman adalah alam yang pertama sekali mempormat pikiran kita. Alam kampung adalah sumber inspirasi. Fakta kejumudan yang mewarnai alam kampung juga tak jarang membangunkan " teologi kebebasan" untuk bisa melangkah lebih jauh.
Realitas ketertinggalan dalam sebuah kampung, menghentakkan kaki salah seorang rektor universitas Islam negeri Alauddin Makassar untuk " melawan takdir"
Yang kemudian menjadi sebuah karya monumental.
Buku tersebut adalah kisah dari perjalanan anak manusia kampung yang kemudian menghijrakan dirinya ke alam kebebasan sehingga pada akhirnya telah berhasil menduduki jabatan akademik pada tahta yang paling di atas .
Satu lagi, Menteri agama dan sekaligus menjadi imam besar mesjid istiqlal adalah salah satu dari sekian fakta mengagumkan dari seorang anak santri kampung( as' adiyah). Dia begitu gigih dan tabah melewati semua rintangan yang menghadangnya dari suasana kampung yang menjeratnya. Menurut riwayat, pesan-pesan keadaban dari orang tuanya semasa kecil menjadi bekal dalam memegang prinsipnya. Dan pada akhirnya, namanya begitu tenar, harum, melejit karena kedalaman ilmu dan akhlak yang melekat pada dirinya.
Kedua tokoh tersebut , lahir dari kampung terpencil, kemudian hijrah untuk menggali mata air kehidupan yang ditaburi dengan penuh hikmah.
Catatan ini tidak cukup untuk mengukir suasana kampung, yang jelas " kampung halaman adalah titi awal untuk memulai hijrah" hijrah dari kampung bukan berarti melupakannya, tetapi pergi untuk kembali berkisah bersama dan berkumpul dengan orang-orang kampung.
_Wallahu 'Alamu Bishshawaab_
Mombi-Alu, 12 Desember, 2024
Komentar
Posting Komentar